Hmm

Tak pernah sedikitpun aku menyesal mengenalmu
Kenal setiap orang punya kisahnya masing-masing..
Punya pelajarannya masing-masing.
Dan kisah denganmulah yang terindah,
Sekaligus yang terperih.
Tapi aku bersyukur. Terima kasih.
Waktu mengenalkanku padamu. Tetapi Entah mengapa hubungan ini semakin datar. Adakah yang berubah denganmu? Atau bahkan denganku? Mengapa ini tak seperti hari-hari dimana kita baru saling mengenal dulu? Mengapa kalimat yang terucap kini tak semanis dahulu? Mengapa sikapmu tak seperti dulu? Seiring berjalannya waktu, perlahan mulai sibuk, kemudian menghilang. Jujur, aku rindu kau yang dulu. Kau yang selalu bisa membuatku tesenyum dengan hal-hal sederhana yang kau lakukan, kau yang selalu bisa membuatku merasa menjadi gadis paling bahagia saat bersamamu, dan kau yang selalu ada disaat aku butuh bantuan, disaat aku butuh bahu untuk bersandar, juga disaat aku butuh seseorang untuk mendengarkan segala keluh kesahku.
Dimana kau yang dulu? Ada apa? Adakah yang salah? Bolehkah aku diberi alasan? Agar aku tak terus-menerus terpuruk dalam pemikiranku sendiri. Banyak hal yang terlintas. Sangat banyak. Tapi hati kecilku memaksaku untuk percaya padamu. Tentu saja aku percaya. Jika tidak, mengapa aku bertahan sampai sejauh ini?
Tapi, si egois dalam diriku, otak. Ia selalu memaksaku untuk berhenti berharap untukmu selalu ada disini.
Kurasa dia layak untuk kupertahankan. Meskipun sekarang aku mulai ragu. Tapi aku tak ingin ini semua berakhir. Aku ingat masa perkenalan kami begitu lama. Aku ingat ketika ia mengatakan ‘love’ dan memberikan emoticon ‘❤️’untuk yang pertama kalinya padaku saat kami baru berkenalan kurang dari dua minggu, sepertinya. 
Ya, aku lupa menceritakannya pada kalian. Dia berada di tempat yang jauh dariku. Berbeda pulau.
Dia teman yang selalu kusebutkan tanpa henti dalam setiap doaku. Dia teman pertama yang kulibatkan dalam setiap denyut jantungku, dalam setiap pemikiranku, dan dalam setiap hembusan napasku. Ah, dia benar-benar yang pertama.
Mereka berucap..
“Apa yang kau lihat darinya?”
“Mengapa menyukainya? Dia tak sebagus mereka..”
Tahukah kau apa jawabanku?
“Aku tertarik dengan segala yang tak kalian lihat darinya. Aku tidak peduli, selama dia bisa membuatku nyaman.”
Aku benar-benar bahagia saat mengetahui bahwa dia masih memiliki perasaan yang sama kepadaku. Rasanya.. ah, tak bisa kujelaskan. Aku sangat bahagia. Dia mengatakan bahwa dia menyayangiku, dia mencintaiku, dan dia ingin menjagaku. Aku bingung harus bagaimana. Menangis haru? Atau tersenyum tanpa henti saking bahagianya? Peduli apa? Yang jelas aku benar-benar bahagia saat itu.
Dia bertanya, bolehkah ia menjadi kekasihku? Tentu saja aku mau. Wanita mana yang tak bahagia saat cintanya terbalaskan? Tanpa pikir panjang, aku langsung menyetujuinya.
Tetapi aku gelisah, ketika ia selalu mengatakan bahwa suatu hari ia akan meninggalkanku dikarenakan kesibukannya. Bahkan aku berfikir ‘kau datang memberikan kenyamanan, tetapi hanya sementara. Seperti halnya angin’
Memang, Kau seperti angin.
Datang membelaiku sesaat dengan sejukmu.
Dan saat aku sudah merasa nyaman dan terbuai..
Kau pergi begitu saja.
Disaat aku belum sempat meraihmu.
Hmmmmmm.... Bertahan tanpamu? Tentu saja aku bisa.

Kalaupun tidak, aku harus bisa.

Komentar